ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN JAKSA DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR. 20/PUU-XXI/2023
Main Article Content
Abstract
Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan terhadap putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pasal 263 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Namun dalam praktik, Jaksa pernah diberikan kewenangan mengajukan Peninjauan Kembali melalui yurisprudensi Mahkamah Agung (Putusan No. 55K/Pid/1996) dan Pasal 30C huruf h UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Kondisi ini menimbulkan konflik norma dengan KUHAP yang bersifat lex specialis. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XXI/2023 kemudian menegaskan bahwa kewenangan Jaksa dalam mengajukan Peninjauan Kembali bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca putusan Mahkamah Konstitusi, kewenangan Jaksa dalam mengajukan Peninjauan Kembali dinyatakan tidak sah, sehingga Peninjauan Kembali hanya merupakan hak konstitusional terpidana atau ahli warisnya. Putusan ini memperkuat prinsip kepastian hukum, mencegah penyalahgunaan kewenangan, dan menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dengan perlindungan hak individu
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.