MOTIF MASYARAKAT KABUPATEN BOGOR MEMILIH GOLPUT PADA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2024 DALAM PERSPEKTIF ANALISIS INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Kata Kunci:
Motif, Golput, Pemilu LegislatifAbstrak
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak hanya memilih pasangan calon presiden-wakil presiden, tapi juga calon anggota legislatif untuk DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Dewan Perwakilan Daerah RI. Salah satu fenomena menarik dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 adalah partisipasi pemilih, yang di antaranya masih didasarkan pada pragmatisme dibanding rasionalitas dalam menjatuhkan pilihan politik. Partisipasi politik pemilih cenderung dimobilisasi (mobilized participation) daripada yang otonom (autonomous participation). Penelitian ini merupakan kebaruan dari penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh peneliti yang sama pada 2014, atau periode Pemilu 10 tahun yang lalu. Fenomena pengguna hak pilih yang tidak menggunakan hak pilih atau ‘golongan putih’ (golput) di Pemilu 2024 tetap menjadi bahan kajian yang menarik, meski terjadi peningkatan partisipasi pemilih dibanding dengan Pemilu 2014. Fokus penelitian kali ini adalah memahami dan menjelaskan motif masyarakat di lima kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memilih golput pada Pemilu Legislatif 2024 dan menjelaskan makna Pemilu Legislatif bagi golput. Pendekatan Interaksionisme Simbolik yang digagas oleh George Herbert Mead masih signifikan digunakan dalam penelitian ini, dimana pandangan mengenai perilaku individu dapat dipahami dan dijelaskan melalui kerangka mind, self, dan society seorang golput. Selain itu, tinjauan kepustakaan mengenai konsep komunikasi politik juga membawa pengaruh besar sebagai ruang lingkup penelitian. Argumentasi mengenai partisipasi politik sebagai substansi dari sebuah sistem domokrasi juga memiliki relevansi dalam memahami fenomena golput. Penelitian ini berada dalam paradigma konstruktivis, menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan metode studi kasus di lima kecamatan (Kec. Cibinong, Citeureup, Bojong Gede, Gunung Puteri, dan Cileungsi) sebagai representasi memahami motif golput dan makna Pemilu Legislatif. Penelitian ini masih menemukan bahwa sikap tidak percaya masyarakat menjadi motif golput. Beberapa sikap tidak percaya itu terbagi atas motif idealis, motif experience, motif institusional, individualis, dan motif proximity.